Lima daerah terbaik itu di antaranya Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Kabupaten Nagan Raya, serta perwakilan Kota Lhokseumawe.

Dalam ajang itu, para penari dari kabupaten/kota menampilkan tarian terbaiknya dalam kompetisi tersebut. Sejumlah tarian tradisional menjadi andalan peserta untuk ditampilkan di hadapan lima orang dewan juri.

Kepala Bidang Bahasa dan Seni Disbudpar Aceh, Nurlaila Hamjah menyampaikan, untuk pertunjukkan tari tradisi memang tidak dipilih juara. Tapi hanya ditetapkan lima peserta terbaik.

“Karena semua tarian itu bagus dan indah. Apalagi semua daerah memiliki tarian khas masing-masing dengan keindahannya tersendiri,” ujar Nurlaila.

Oleh karena itu, juri hanya memberikan penilaian berdasarkan orisinilitas, keseragaman gerak, kerapian, dan kekompakan. Lewat pertunjukkan tari tradisi, kata dia, daerah-daerah memunculkan kembali karya terbaiknya.

Misalnya Aceh Tengah tampil dengan Tari Guel, Gayo Lues tampil dengan Tari Bines. Bahkan Simeulue membawakan tarian Madidik yang selama masih jarang dikenal oleh warga pesisir lain di Aceh.

Sementara kabupaten/kota dari pesisir kompak membawakan tari khas seperti Tari Ratep Meuseukat, Seudati, dan Tari Likok Pulo.

“Kalau kita buatkan juara nanti ada yang berpikir Tari Seudati lebih baik dari Likok Pulo. Sebenarnya bukan itu, semua tari baik dan indah, yang ingin kita lihat itu penampilannya,” terang Nurlaila.

Dua daerah yang tidak ambil bagian dalam lomba tersebut yaitu Kabupaten Bener Meriah dan Kota Subulussalam. Perlomba tari tradisional menjadi bagian dari rangkaian kegiatan, sebagai upaya melestarikan seni dan budaya yang ada di Aceh.[]