![]() |
Foto bersama Prof Muntasir, Dr. Muslem Hamdani, Tgk Andi Sarak, KUA Paya Bakong Reza TA pendamping Desa (blang Jruen). |
Oleh: Muslem Hamdani
Meuligoeaceh.com - Sosok Prof. Muntasir bukan sekadar akademisi ternama. Bagi kami di Blang Jruen, beliau adalah suluh yang menyala di tengah jalan panjang perjuangan pendidikan. Ia telah menjadi sumber inspirasi mendalam, bukan hanya karena keilmuannya, tetapi karena jejak perjuangan dan dedikasinya yang berhasil menggugah semangat orang tua dan anak-anak untuk menempuh jalan ilmu, terutama melalui pendidikan pesantren.
Kala itu, Prof. Muntasir adalah satu dari sedikit tokoh alumni dayah di Blang Jruen yang berhasil menembus dunia akademik internasional. Ia melanjutkan studi hingga ke luar negeri—sebuah capaian luar biasa yang memberi harapan baru bagi kami, para santri kecil yang waktu itu masih berkutat dengan pelajaran dasar agama di balai pengajian.
Prestasi beliau menjadi kebanggaan kampung, sekaligus simbol bahwa santri pun bisa menjangkau dunia yang lebih luas, menembus batas-batas sosial dan geografis.
Nama dan kisah hidupnya menjadi legenda lisan yang hidup di tengah masyarakat—dituturkan oleh guru-guru, tokoh dayah, dan orang tua kami di lingkungan Dayah Babussalam Rayek Munje.
Yang istimewa, kami belum pernah bertatap muka langsung dengannya. Namun namanya hadir begitu dekat. Ia tumbuh sebagai figur yang dihormati—seorang ulama yang cerdas, berwibawa, dan memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan serta kemajuan umat.
Cerita tentang Prof. Muntasir telah melewati lintas generasi. Ia bukan hanya membangkitkan kebanggaan kolektif, tetapi juga menyalakan obor semangat.
Dari beliau, kami belajar bahwa pendidikan adalah pintu perubahan. Bahwa keikhlasan dan kesungguhan dalam menuntut ilmu, kelak akan menuntun seseorang kepada kemuliaan.
Kami sadar, mungkin belum mampu menapak seluruh jejak langkah panjang beliau. Namun bisa melangkah di jalur yang sama—menuntut ilmu, meski pelan—sudah menjadi kehormatan tersendiri bagi kami.
Sebab dari Prof. Muntasir, kami belajar bahwa ilmu bukan sekadar milik ruang kuliah, tetapi juga milik para pencari makna yang gigih dalam kesederhanaan.
Di mata kami, beliau adalah perintis pendidikan dayah berbasis akademik modern. Sosok yang menjembatani nilai-nilai keislaman dengan wacana intelektual global.
Jejak langkahnya memberi arah bagi para santri untuk percaya diri melangkah ke dunia akademik yang lebih luas—tanpa harus melepaskan identitas keislamannya.
Kini, semangat yang beliau wariskan menjadi bahan bakar dalam perjuangan kami. Meskipun belum sejajar dalam capaian, namun kami bangga bisa berjalan di jalan yang sama: menjadikan ilmu sebagai jalan hidup, menjadikan beliau sebagai cermin, dan menjadikan pengabdian sebagai tujuan.[]