Adat No Pungli

Editor: Syarkawi author photo

 

Meuligoeaceh.com - Fenomena pungutan liar (pungli) menjadi penyakit sosial yang menggerogoti berbagai sendi kehidupan, tak terkecuali dalam praktik adat istiadat di beberapa daerah. Padahal, adat sejatinya adalah cerminan nilai luhur, kearifan lokal, dan norma yang hidup di masyarakat untuk menciptakan harmoni. Konsep "Adat Tanpa Pungli" bukan hanya sebuah harapan, melainkan sebuah keharusan untuk menjaga martabat budaya, melestarikan nilai-nilai asli, dan menjamin integritas pelaksanaan tradis

Gubernur Aceh dan Laporan Pungli Sekolah

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang melarang sekolah melakukan praktik gratifikasi, pungutan liar (pungli), dan penyuapan dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMA, SMK, dan SLB di seluruh Aceh. SE bernomor 400.3.1/7031 yang ditandatangani pada 12 Juni 2025, menyasar kepala sekolah, panitia penerimaan, serta seluruh tenaga kependidikan. Mereka diminta agar tidak melakukan atau menerima imbalan dalam bentuk apa pun dari calon peserta didik maupun orang tua/wali.

Praktik seperti menjanjikan kelulusan atau penerimaan melalui cara tidak sah dinyatakan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) huruf f Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025. “Tidak boleh ada celah bagi praktik pungutan liar dalam dunia pendidikan. Penerimaan murid baru harus menjadi momentum membangun kembali kepercayaan publik.”

Demikian tegas Gubernur yang akrab disapa Mualem dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/6/2025) kemarin. Mualem menyebutkan, sekolah adalah tempat menanamkan nilai kejujuran dan keadilan, bukan malah tempat memulai praktik-praktik curang. Dalam suratnya, Mualem menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan Aceh untuk mengoordinasikan pemantauan dan pendampingan bersama cabang dinas dan pengawas pembina di setiap kabupaten/kota, guna memastikan penerapan edaran ini berjalan optimal. "Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenai sanksi tegas sesuai regulasi yang berlaku," ucap dia.

Langkah ini merupakan komitmen nyata Pemerintah Aceh dalam mewujudkan sistem pendidikan yang bersih, adil, dan bebas dari korupsi. Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis, meminta agar semua pihak mematuhi dan menjalankan instruksi sesuai SE yang telah dikeluarkan tersebut. "Kita berharap surat edaran Pak Gubernur ditaati sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum dalam penerimaan siswa baru," kata dia. Pemerintah Aceh juga mengajak masyarakat berperan aktif dalam pengawasan dengan melaporkan setiap dugaan pelanggaran melalui kanal resmi: LAPOR (http://www.lapor.go.id), Whistleblowing System Aceh (http://www.wbs.acehprov.go.id), Lapor Disdik Aceh (http://www.disdikaceh.lapor.go.id). Atau, warga pun dapat juga melaporkan melalui pesan WhatsApp ke nomor: 081264333905.

Mengapa Adat Bisa Terkontaminasi Pungli?

Adat yang seharusnya dijalankan dengan semangat gotong royong, keikhlasan, dan kebersamaan, terkadang dapat disusupi praktik pungli karena beberapa faktor:

Komersialisasi Adat: Pergeseran nilai dari pelestarian budaya menjadi orientasi ekonomi semata. Ada pihak-pihak yang melihat tradisi sebagai "ladang" untuk mencari keuntungan pribadi.
Ketidakjelasan Aturan dan Tarif: Kurangnya transparansi mengenai biaya-biaya yang mungkin timbul dalam pelaksanaan adat (misalnya, untuk peralatan, upah tenaga, atau jamuan) dapat membuka celah untuk pungutan tidak resmi.

Kesenjangan Informasi: Masyarakat awam seringkali tidak memiliki informasi yang cukup tentang standar biaya atau prosedur adat yang benar, sehingga mudah dimanfaatkan oleh oknum.

Minimnya Pengawasan: Kurangnya pengawasan dari tokoh adat, pemerintah desa, atau lembaga adat yang berwenang dapat memperparah situasi.

Adat Istiadat yang Kompleks: Beberapa tradisi adat memang memerlukan biaya besar untuk persiapan dan pelaksanaannya, namun ini tidak lantas membenarkan adanya pungli di luar kesepakatan atau ketentuan.

Dampak Pungli dalam Adat

Pungli dalam pelaksanaan adat memiliki dampak negatif yang serius:

Menurunkan Citra Adat: Masyarakat akan memandang adat sebagai beban atau alat pemerasan, bukan lagi sebagai warisan luhur yang patut dijunjung tinggi.

Merusak Esensi Tradisi: Semangat kebersamaan, tolong-menolong, dan keikhlasan yang menjadi inti adat akan terkikis oleh motif mencari keuntungan.

Menciptakan Kesenjangan Sosial: Hanya pihak-pihak yang mampu membayar "pungutan" lebih tinggi yang dapat melaksanakan adat dengan "lancar", sementara masyarakat kurang mampu akan kesulitan atau bahkan enggan melakukannya.

Menimbulkan Ketidakpercayaan: Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap tokoh adat atau lembaga yang seharusnya menjadi penjaga nilai-nilai luhur.

Mengancam Kelestarian Adat: Jika adat dianggap memberatkan dan merugikan, lambat laun masyarakat akan meninggalkannya, sehingga tradisi bisa punah.

Mewujudkan Adat Tanpa Pungli: Langkah-langkah Strategis

Untuk mengembalikan marwah adat dan memberantas pungli, diperlukan langkah-langkah konkret dan komitmen dari semua pihak:

Transparansi dan Standardisasi Biaya:
Lembaga adat atau pemerintah desa harus menyusun daftar biaya yang jelas dan transparan untuk setiap jenis upacara atau kegiatan adat (jika memang ada biaya yang diperlukan untuk operasional).

Informasi ini harus disosialisasikan secara luas kepada masyarakat, baik melalui papan pengumuman, media sosial, atau pertemuan warga.

Edukasi dan Sosialisasi Nilai Adat:

Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang esensi dan nilai-nilai luhur adat itu sendiri, bahwa adat adalah kebersamaan, bukan bisnis.

Mengedukasi bahwa segala bentuk pungutan di luar ketentuan resmi adalah pungli dan harus ditolak.

Penguatan Peran Tokoh Adat dan Lembaga:

Tokoh adat dan pemangku kepentingan harus menjadi gardu terdepan dalam menjaga integritas pelaksanaan adat.
Membangun mekanisme pengaduan yang mudah diakses bagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh pungli.

Keterlibatan Pemerintah Daerah:

Pemerintah daerah perlu mendukung dan memfasilitasi upaya pelestarian adat tanpa pungli, misalnya dengan memberikan alokasi dana yang transparan untuk kegiatan adat yang memang membutuhkan biaya operasional.

Mendorong pembentukan peraturan desa atau peraturan daerah yang mengatur tata kelola adat secara transparan dan melarang praktik pungli.

Revitalisasi Semangat Gotong Royong:

Menguatkan kembali semangat swadaya dan gotong royong dalam setiap pelaksanaan adat, sehingga beban finansial dapat diminimalisir dan keterlibatan masyarakat meningkat.

Mengurangi ketergantungan pada uang tunai, dan lebih mengutamakan kontribusi dalam bentuk tenaga, bahan baku, atau keahlian.

Adat adalah jiwa suatu bangsa. Dengan menjaga adat dari praktik pungli, kita tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga membangun masyarakat yang berintegritas, menjunjung tinggi keadilan, dan hidup dalam harmoni. "Adat Tanpa Pungli" adalah fondasi menuju budaya yang bermartabat dan bebas dari korupsi.

Berbagai sumber  Rs

Share:
Komentar

Berita Terkini