![]() |
Foto: Ilustrasi kehumasan di era digital |
Meuligoeaceh.com - Di tengah dinamika komunikasi publik yang kian cepat, fungsi kehumasan (public relations/PR) tidak lagi terbatas pada penyusunan siaran pers atau manajemen media.
Kehumasan kini dituntut hadir dalam setiap interaksi organisasi dengan masyarakat.
Pada titik inilah contact center memegang peranan strategis, bukan hanya sebagai kanal layanan, melainkan juga sebagai laboratorium reputasi yang nyata.
Dalam sebuah riset internasional menegaskan bahwa organisasi yang mengintegrasikan contact center dalam strategi komunikasi memperoleh keuntungan signifikan dalam hal kepercayaan publik, kepuasan pelanggan, dan ketahanan reputasi.
Gerea (2021) menemukan bahwa pengalaman pelanggan yang dikelola lintas kanal (omnichannel) secara konsisten meningkatkan loyalitas dan memperkuat citra institusi.
Hal ini membuktikan bahwa keberhasilan PR di era digital sangat ditentukan oleh kualitas interaksi di contact center.
Digitalisasi contact center juga membuka ruang strategis bagi PR.
Pacella (2024) menekankan bahwa pemanfaatan teknologi analitik, chatbot, dan sistem CRM terintegrasi membuat organisasi mampu membaca pola perilaku masyarakat, mengidentifikasi isu lebih cepat, dan merumuskan respons komunikasi yang lebih relevan.
Data percakapan yang terkumpul di contact center menjadi aset penting untuk analisis reputasi sekaligus pengambilan keputusan strategis.
Setiap agen contact center sejatinya adalah duta organisasi. Mereka tidak hanya menjawab pertanyaan teknis, tetapi juga mewakili nilai, etika, dan komitmen institusi.
Verhoeven (2022) dalam kajiannya mengenai employee communication roles menegaskan bahwa karyawan adalah komunikator aktif yang dapat memperkuat narasi PR bila diberdayakan dengan arahan yang tepat.
Artinya, keberhasilan kehumasan sangat dipengaruhi oleh bagaimana organisasi membekali agen dengan pesan kunci, SOP eskalasi isu, serta kemampuan komunikasi yang humanis.
Kualitas layanan yang konsisten erat kaitannya dengan perencanaan tenaga kerja.
Koole (2023) melalui riset di INFORMS menegaskan bahwa perencanaan tenaga kerja contact center (forecasting, scheduling, staffing) berimplikasi langsung pada kepuasan pelanggan.
Dalam konteks kehumasan, hal ini berarti reputasi organisasi tidak hanya ditentukan oleh apa yang disampaikan, tetapi juga oleh konsistensi dan kecepatan layanan yang diberikan di lapangan.
Berdasarkan literatur dan praktik terbaik, ada tiga langkah strategis yang dapat ditempuh.
Pertama, integrasi data contact center dalam strategi PR agar isu-isu yang muncul dari percakapan pelanggan dapat menjadi sistem peringatan dini untuk mencegah krisis reputasi.
Kedua, pengelolaan komunikasi lintas kanal dengan pesan yang konsisten di telepon, media sosial, dan kanal digital sehingga memperkuat kepercayaan publik.
Ketiga, pemberdayaan agen sebagai frontliner PR dengan pelatihan singkat dan SOP eskalasi isu yang jelas agar mereka dapat menjadi mitra efektif dalam menjaga citra institusi.
Di era keterbukaan informasi, reputasi organisasi dibangun bukan hanya oleh publikasi media, melainkan juga oleh ribuan interaksi harian antara agen contact center dan masyarakat.
Kehumasan yang modern tidak bisa berjalan sendiri, melainkan harus bersinergi erat dengan contact center sebagai garda terdepan.
Dengan demikian, organisasi tidak sekadar menjawab pertanyaan publik, tetapi juga membangun kepercayaan yang tahan lama.[]