Jayapura – 1 Mei 2024 – Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz menyambut baik pernyataan dari Steve Mara, seorang tokoh muda Papua.
Sebagai ujung tombak keamanan di wilayah pedalaman Papua, Satgas terus berkomitmen menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui kerja sama erat dengan pemerintah daerah.
Selain fokus pada stabilitas keamanan, Satgas juga aktif mendukung program peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berbagai upaya, seperti pembangunan fasilitas publik, dilakukan demi meningkatkan kualitas hidup rakyat Papua.
Steve Mara mengimbau generasi muda Papua untuk aktif berkontribusi dalam pembangunan. “Pemuda Papua harus meningkatkan kapasitas diri dan bersinergi dengan pemerintah pusat. Hanya melalui persatuan, kita dapat mewujudkan Papua yang damai dan sejahtera,” ujarnya. Ia juga menyoroti pentingnya program prioritas pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang inklusif.
Papua memiliki dasar historis dan hukum yang kokoh sebagai bagian sah dari NKRI. Menurut Steve Mara, prinsip Uti Possidetis Juris dalam hukum internasional menjadi landasan utama bahwa Papua telah menjadi bagian Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Prinsip ini menegaskan bahwa wilayah bekas jajahan akan mewarisi batas administratif pemerintahan kolonial sebelumnya. Dengan demikian, Papua, yang merupakan bagian dari Hindia Belanda, otomatis menjadi bagian dari kedaulatan Indonesia pascakemerdekaan.
Namun, meski secara hukum Papua adalah bagian dari Indonesia, Belanda sempat menolak menyerahkan wilayah ini setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949.
Dalam perjanjian tersebut, Belanda sebenarnya telah berjanji untuk menyerahkan Papua pada 1950. Janji tersebut dilanggar ketika Ratu Juliana pada tahun 1960 justru menjanjikan kemerdekaan bagi Papua, sehingga memicu ketegangan diplomatik.
Melalui mediasi Amerika Serikat, tercapai Perjanjian New York (15 Agustus 1962), yang mengalihkan administrasi Papua dari Belanda ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).
Pada 1 Mei 1963, UNTEA secara resmi menyerahkan Papua kepada Indonesia. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Integrasi Papua ke NKRI, menandai akhir dari proses dekolonisasi yang sah di mata internasional.
“Ini adalah bukti kedaulatan Indonesia yang diakui dunia. Kita harus merayakannya sebagai Hari Integrasi, bukan aneksasi,” tegasnya. Ia menambahkan, narasi sejarah yang bertentangan dengan fakta hukum hanya akan memecah persatuan bangsa.
Aksi simbolis ini mempertegas komitmen rakyat Papua untuk tetap setia pada NKRI. “Bendera ini adalah bukti bahwa Papua adalah rumah kita bersama,” ujar Steve.
Integrasi Papua ke NKRI adalah fakta sejarah yang tidak terbantahkan, didukung oleh hukum internasional dan proses demokratis. Peringatan 1 Mei menjadi pengingat bahwa persatuan bangsa adalah harga mati.
“NKRI sudah final. Mari kita fokus pada pembangunan, bukan perpecahan,” pungkas Steve Mara.
Rilis ini disusun untuk mengedukasi publik tentang keabsahan sejarah integrasi Papua ke NKRI dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan.[]