Banda Aceh – Museum Aceh resmi membuka “Pameran Rumoh Aceh”, sebuah pameran tematik yang bertujuan menghidupkan kembali kekayaan arsitektur tradisional, filosofi ruang, serta nilai budaya Rumoh Aceh kepada masyarakat, khususnya generasi muda.
Pameran dibuka oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Dedy Yuswadi, AP, Senin (17/11/2025).
Dalam sambutannya, Dedy menjelaskan bahwa pameran ini dirangkaikan dengan beragam kegiatan edukatif dan partisipatif, seperti sosialisasi budaya kepada berbagai elemen masyarakat serta lomba foto dan vlog tingkat SMA dan mahasiswa.
Mengangkat tema “Balik: Beranda Aceh dalam Ingatan dan Kenangan”, pameran ini menampilkan kembali Rumoh Aceh melalui aspek arsitektur, bentuk, fungsi, hingga makna simbolik yang terkandung di dalamnya.
“Dalam pameran ini, Museum Aceh melakukan kurasi ulang koleksi dan tata pamer dengan konsep kembali ke masa lalu,” ujar Dedy.
Ia berharap pameran ini dapat membuka wawasan pengunjung tentang cara hidup masyarakat Aceh tempo dulu, termasuk kebiasaan dan nilai-nilai yang mengakar dalam kehidupan Rumoh Aceh.
Dedy menambahkan bahwa Rumoh Aceh yang kini menjadi salah satu bangunan pameran tetap Museum Aceh memiliki nilai sejarah sejak masa kolonial Belanda.
Meski bukan dibangun sebagai rumah tinggal, bangunan tersebut didirikan sebagai representasi budaya Aceh pada Festival Kolonial Semarang 1914, menjadi simbol identitas, ketahanan sosial, dan kearifan lokal masyarakat Aceh.
“Rumoh Aceh bukan sekadar bangunan. Ia adalah rekam jejak identitas dan warisan peradaban yang membentuk karakter masyarakat Aceh selama berabad-abad,” tegas Dedy.
“Arsitekturnya mencerminkan kecerdasan lokal yang selaras dengan lingkungan, nilai spiritual, serta tatanan sosial yang menjadi fondasi kehidupan masyarakat Aceh. Memahami Rumoh Aceh berarti memahami identitas yang dimulai dari rumah.”
Sementara itu, Kepala UPTD Museum Aceh, Arif Arham, menyampaikan bahwa penyelenggaraan pameran ini merupakan bagian dari komitmen Museum Aceh dalam memperkuat pemahaman publik mengenai peran museum sebagai lembaga edukatif.
Museum Aceh yang kini telah berusia 110 tahun menyimpan bukti sejarah dan jejak peradaban penting sebagai modal pengetahuan lintas generasi.
“Melalui berbagai kegiatan ini, kami berharap museum semakin berperan sebagai pusat pembelajaran, pelestarian, dan diplomasi budaya. Museum Aceh bukan hanya tempat menyimpan koleksi, tetapi juga ruang edukasi, ruang inspirasi, dan ruang kolaborasi bagi masyarakat,” ungkapnya.
Tiket masuk: Rp5.000 (dewasa), Rp3.000 (anak-anak), dan Rp15.000 (wisatawan mancanegara).[ADV]
