Museum Aceh Hadirkan Sosialisasi “Rumoh Aceh: Pendekatan Arsitektur dan Antropologi” untuk Perkuat Literasi Budaya Generasi Muda

Editor: Syarkawi author photo


Banda Aceh Museum Aceh kembali mempertegas perannya sebagai pusat edukasi budaya melalui penyelenggaraan sosialisasi bertema “Rumoh Aceh: Pendekatan Arsitektur dan Antropologi”, Senin (17/11/2025). 

Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Pameran Rumoh Aceh 2025 dan diikuti puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Banda Aceh.

Acara menghadirkan dua narasumber terkemuka, Dr. Ir. Elysa Wulandari, M.T (Fakultas Teknik USK) dan Dr. Arfiansyah, MA (UIN Ar-Raniry), dengan moderator Masyitah Alzaera

Perpaduan sudut pandang arsitektur dan antropologi menghadirkan pemahaman komprehensif mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Rumoh Aceh sebagai warisan budaya.

Dalam pemaparannya bertajuk “Museum sebagai Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sejarah: Arsitektur Rumoh Aceh Cerminan Dinamika Kehidupan Masyarakat Aceh,” Dr. Elysa Wulandari menjelaskan dasar keilmuan arsitektur Rumoh Aceh yang dibentuk oleh kondisi geografis, nilai budaya, dan ajaran Islam.

Ia menyoroti bahwa prinsip hunian dalam Islam—sebagaimana tercantum dalam Surah An-Nahl ayat 80–81—menjadi fondasi penting dalam desain rumah tradisional Aceh. 

Bentuk rumah panggung yang kokoh dan adaptif merupakan respons terhadap berbagai tantangan alam seperti banjir, hujan lebat, angin kencang, hingga gempa.

Dr. Elysa juga menguraikan bagaimana pengaruh hubungan kekerabatan, interaksi dengan budaya luar, hingga estetika flora, geometrik, dan kaligrafi turut membentuk karakter Rumoh Aceh. 

Menurutnya, pelestarian bentuk dasar dan ornamen asli Rumoh Aceh di museum sangat penting untuk menjaga nilai spiritual dan historisnya.

Sementara itu, Dr. Arfiansyah, MA membahas Rumoh Aceh sebagai ruang sosial dan budaya berdasarkan dokumen “Tempat Tinggal Orang Aceh [dulu]”. Ia menekankan bahwa Rumoh Aceh bukan sekadar bangunan, tetapi wadah identitas dan dinamika kehidupan masyarakatnya.

Rumoh Aceh dipahami sebagai ruang yang:

  • memberi perlindungan fisik dan spiritual,
  • menjadi pusat kegiatan keluarga dan ritual adat,
  • mencerminkan nilai gender dan kekerabatan,
  • berfungsi sebagai unit ekonomi berbasis perempuan,
  • menunjukkan status sosial dan martabat keluarga.

Ia menambahkan bahwa kemegahan Rumoh Aceh kerap menjadi simbol kedudukan sosial penghuninya, terutama pada keluarga ulee balang, tengku, dan cut pada masa lalu.

Diskusi yang dipandu oleh moderator Masyitah Alzaera berlangsung interaktif. Para peserta dengan antusias mengajukan pertanyaan seputar simbolisme arsitektur, fungsi ruang, hingga relevansi Rumoh Aceh sebagai inspirasi desain hunian modern.

Sosialisasi ini memperkaya pemahaman generasi muda terhadap warisan budaya Aceh, sekaligus membuka ruang dialog mengenai bagaimana tradisi dapat terus hidup melalui pendekatan ilmiah dan edukatif.[ADV]

Share:
Komentar

Berita Terkini