Wali Kota Illiza Paparkan Kepemimpinan Perempuan Banda Aceh di Forum Nasional

Editor: Syarkawi author photo

 


Jakarta – Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal menjadi salah satu pembicara dalam Lokakarya Nasional bertema “Kepemimpinan Perempuan dan Inklusivitas Kebijakan Publik”, yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri RI bekerja sama dengan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) Jerman, di Novotel Gajah Mada, Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Forum bergengsi tersebut dihadiri oleh para pemimpin daerah dan aktivis perempuan dari berbagai provinsi di Indonesia. 

Dalam kesempatan itu, Illiza membawakan materi berjudul “Tantangan dan Strategi Politisi Perempuan dalam Mendorong Kebijakan Inklusif.”

Illiza menegaskan, Pemerintah Kota Banda Aceh terus berkomitmen memperluas partisipasi dan kepemimpinan perempuan dalam pembangunan daerah. 

Saat ini, terdapat satu keuchik perempuan, 90 perempuan anggota Tuha Peut Gampong, dan 130 perempuan yang menduduki jabatan struktural di lingkungan pemerintah kota.

“Ini bukti nyata bahwa Banda Aceh membuka ruang bagi perempuan untuk berkontribusi. Namun perjuangan kita belum selesai. Kita ingin perempuan tidak hanya hadir dalam angka, tetapi juga kuat dalam pengaruh,” ujar Illiza.

Dalam paparannya, Illiza juga menyoroti program Women’s Centered Plastic (WCP) sebagai salah satu inovasi unggulan berbasis kepemimpinan perempuan. Program ini melibatkan 210 perempuan yang mengelola 28 depot daur ulang plastik, mencakup lebih dari 60 persen wilayah kota.

Berkat inisiatif tersebut, Kota Banda Aceh berhasil meraih Grand Prize CityNet SDG Awards 2025, penghargaan internasional atas inovasi dan kepemimpinan perempuan di bidang lingkungan.

Selain WCP, Illiza menyebutkan sejumlah program lain yang lahir dari gagasan dan kepemimpinan perempuan, antara lain Musrena (Musyawarah Rencana Aksi Perempuan), Balee Inong, Banda Aceh Academy, serta Gampong Ramah Anak dan Perempuan.

“Semua program ini membentuk ekosistem kepemimpinan perempuan di Banda Aceh. Dan sesungguhnya, semangat ini telah tertanam dalam sejarah panjang perempuan Aceh sejak masa Sultanah Safiatuddin, Laksamana Keumalahayati, Cut Nyak Dhien, dan Cut Meutia,” pungkasnya.[]

Share:
Komentar

Berita Terkini