BANDA ACEH — Museum Aceh kembali menegaskan perannya sebagai pusat edukasi dan diplomasi budaya melalui penyelenggaraan Pameran Rumoh Aceh, sebuah ruang pembelajaran dan apresiasi budaya yang resmi dibuka pada Senin, 17 November 2025.
Pameran ini turut dirangkaikan dengan berbagai kegiatan pendukung seperti program sosialisasi, lomba foto, dan kompetisi vlog kreatif yang melibatkan pelajar, mahasiswa, serta komunitas budaya.
Kehadiran rangkaian kegiatan tersebut menegaskan komitmen Museum Aceh dalam memperluas jangkauan edukasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Dedy Yuswadi, menekankan bahwa Rumoh Aceh bukan sekadar bangunan tradisional, tetapi merupakan rekam sejarah dan identitas budaya yang telah membentuk karakter masyarakat Aceh selama berabad-abad.
“Arsitektur Rumoh Aceh mencerminkan kecerdasan lokal, kearifan spiritual, serta nilai sosial yang menjadi fondasi kehidupan masyarakat. Melalui pameran ini, kita diajak memahami kembali bagaimana rumah tradisional Aceh menjadi simbol kedaulatan budaya sekaligus ruang diturunkannya nilai-nilai kehidupan dari masa ke masa,” ujar Dedy.
Ia juga menyampaikan apresiasi atas inisiatif Museum Aceh menghadirkan kegiatan edukatif seperti Sosialisasi Museum Aceh untuk Belajar, lomba foto, dan vlog tingkat SMA serta mahasiswa.
Menurutnya, museum saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan koleksi, tetapi telah berkembang menjadi ruang inspirasi, kolaborasi, dan inovasi bagi masyarakat.
Menutup sambutannya, Dedy mengajak seluruh masyarakat menjadikan momentum pameran ini sebagai wujud kecintaan terhadap budaya Aceh dan memperkuat kesadaran bahwa tradisi luhur adalah bagian penting dari identitas bangsa.
Sementara itu, Kepala UPTD Museum Aceh, Arif Arham, menjelaskan bahwa pameran ini digelar untuk memperkuat literasi budaya sekaligus menandai perjalanan panjang Museum Aceh yang telah berdiri selama 110 tahun.
“Tema Rumoh Aceh dipilih karena kaya akan nilai sejarah, arsitektur, dan kearifan lokal. Kami berharap masyarakat dapat memahami secara lebih mendalam filosofi dan warisan identitas bangsa yang tercermin dalam rumah tradisional Aceh,” ungkap Arif.
Arif menambahkan bahwa pameran ini tidak hanya memberikan pengetahuan mengenai sejarah dan filosofi Rumoh Aceh, tetapi juga menghadirkan ruang partisipasi bagi generasi muda melalui aktivitas kreatif dan edukatif.
Upaya ini sekaligus memperkuat peran Museum Aceh sebagai pusat pembelajaran dan diplomasi budaya.
“Kami ingin menggugah ketertarikan publik terhadap arsitektur tradisional melalui pemanfaatan media digital, serta menjadikan kegiatan ini sebagai wahana promosi budaya Aceh secara luas,” jelasnya.
Salah satu peserta sosialisasi, Cut Zira Miranda, mengaku bahwa pameran ini memberikan penjelasan yang mudah dipahami dan memperkaya wawasan tentang Rumoh Aceh.
“Penjelasan tentang Rumoh Aceh sangat detail dan mudah dipahami. Semoga Museum Aceh terus berinovasi agar semakin banyak masyarakat mendapatkan edukasi budaya,” ujarnya.
Dengan hadirnya Pameran Rumoh Aceh, Museum Aceh berharap masyarakat semakin terinspirasi untuk menjaga, mempelajari, dan merawat warisan budaya sebagai fondasi peradaban Aceh bagi generasi mendatang.[ADV]
