Empat Pesan Menteri LHK pada Peringatan Hari Hutan Internasional

Editor: Syarkawi author photo




Jakarta – Memperingati Hari Hutan Internasional (HHI) tahun 2021 ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyelenggarakan webinar yang dilangsungkan secara telekonferensi dan siaran langsung pada kanal media sosial Kementerian LHK (31/3/2021). Menteri LHK, Siti Nurbaya yang hadir menjadi pembicara kunci, menyampaikan beberapa pesan kepada masyarakat agar dapat turut serta menjaga kelestarian hutan.

Pertama, Menteri Siti berpesan bahwa hutan harus dijaga karena dapat memberikan manfaat kesehatan bagi semua orang. Hutan dapat memberikan udara segar, makanan bergizi, air bersih dan ruang rekreasi. “Di negara maju, hingga 25 persen dari semua obat-obatan adalah nabati, di negara berkembang kontribusinya mencapai 80 persen,” ungkap Menteri Siti.

Pada beberapa waktu yang lalu, Kementerian LHK telah menyampaikan hasil-hasil penelitian yang berkerja sama dengan masyarakat sekitar kawasan hutan dalam melakukan bioprospecting atau pemanfaatan sumber daya genetik yang mendukung kebutuhan pangan dan farmasi. Contohnya antara lain penelitian Candidaspongia sp. di Taman Wisata Alam (TWA) Teluk Kupang untuk anti kanker; penelitian mikroba yang berguna bagi tanaman di Taman Nasional (TN) Gunung Ciremai yaitu Cendawan (Hursutella sp dan Lecanicillium sp), Isolat bakteri pemacu pertumbuhan (C71, AKBr1, dan AKS), dan Isolat bakteri antifrost (PGMJ1 dan A1).

Pesan kedua Menteri Siti adalah hutan harus dijaga karena dapat menjadi sumber pangan bagi masyarakat sekitar hutan. Daya saing sumber daya alam Indonesia ada di peringkat 17 dari 139 negara. Hutan tropis Indonesia adalah yang terbesar ketiga setelah Brazil dan Kongo. Sekitar 59?ratan di Indonesia merupakan hutan tropis yang merupakan 10?ri total luas hutan di dunia, sekitar 126 juta Hektare (Ha) hutan.


“Keberadaan hutan Indonesia telah memberikan kontribusi sebagai sumber pangan untuk 48,8 juta orang yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, di mana 30% di antaranya benar-benar bergantung dari hasil hutan,” jelas Menteri Siti.

Pesan ketiga Menteri Siti adalah, dengan menjaga dan memulihkan fungsi kawasan hutan akan meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lebih baik. Deforestasi dan degradasi hutan mengemisi gas rumah kaca, dan setidaknya 8 persen tanaman hutan dan 5 persen hewan hutan berada pada risiko kepunahan yang sangat tinggi. Indonesia telah berhasil menurunkan deforestasi sebesar 75,03% pada periode 2019-2020, hingga mencapai 115,46 ribu Ha. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan deforestasi 2018-2019 yang mencapai 462,46 ribu Ha.


“Restorasi dan pengelolaan hutan lestari akan mengatasi krisis perubahan iklim dan ancaman kehilangan keanekaragaman hayati, yang secara bersamaan juga dapat menghasilkan barang dan jasa lingkungan yang dibutuhkan untuk pembangunan berkelanjutan,” ungkap Menteri Siti.


Terakhir Menteri Siti berpesan, bahwa pengelolaan hutan yang berkelanjutan akan menciptakan banyak mata pencaharian yang ramah lingkungan. Menteri Siti menerangkan, Indonesia memiliki 31.957 desa yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, kurang lebih 71,06?sa tersebut berinteraksi dengan hutan dan penduduknya menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan.


Hari Hutan Internasional (HHI) ditetapkan melalui Resolusi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 67 Tahun 2012. Selama 7 tahun, sejak 2014, setiap tanggal 21 Maret Indonesia memperingati HHI melalui serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran publik tentang pentingnya hutan, fungsi dan langkah-langkah pengelolaan hutan untuk menjaga kelestariannya.

Menteri Siti menyampaikan lebih lanjut, PBB mencatat bahwa hutan menyediakan lebih dari 86 juta green jobs dan mendukung mata pencaharian lebih banyak orang. Kayu dari hutan yang dikelola dengan baik mendukung beragam industri, dari kertas hingga pembangunan gedung-gedung tinggi. Investasi dalam restorasi hutan akan membantu pemulihan ekonomi dari pandemi dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Dalam upaya mengaktualisasikan empat pesan pokok tersebut, terdapat beberapa prinsip pendekatan yang menurut Menteri Siti sangat penting untuk dipahami dan diinternalisasikan  dalam kehidupan keseharian. Prinsip yang pertama adalah melakukan upaya besar-besaran dalam rangka pemulihan lahan yang terdegredasi. Lahan kritis di Indonesia pada tahun 2018 dengan kriteria sangat kritis dan kritis tercatat seluas 14,01 juta Ha.

Menteri Siti menerangkan, pada periode 2015-2018, telah dilakukan penanaman seluas 788.400 Ha. Pada tahun 2019-2020 dilakukan percepatan penanaman pohon seluas 250 ribu Ha, juga penanaman mangrove seluas 63 ribu Ha serta  pemulihan dan tercatat  restorasi gambut sejak 2017-2020 seluas 3,438 juta Ha. Pada tahun 2021 ini terus dilakukan penanaman mangrove seluas 81.000 Ha dan sedang dalam persiapan untuk penambahan luas penanaman menjadi 150.000 Ha mangrove.

“Gambaran ini menunjukkan betapa pemerintah berupaya untuk terus dapat melakukan pemulihan lahan dan land neutrality dalam skala besar, dengan total area tidak kurang dari 4,69 juta hektar pemulihan lahan, termasuk gambut dan mangrove selama tahun 2015-2021 ini. Penanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dari hutan dan lahan yang terdegradasi,” terang Menteri Siti.

Prinsip yang selanjutnya, adalah menekankan bahwa “setiap pohon sangat berarti”. Menurut Menteri Siti, kegiatan penanaman dan pemulihan lahan meskipun dalam skala kecil dapat berdampak besar. Penghijauan kota dapat menciptakan udara yang lebih bersih dan ruang yang lebih indah serta memiliki manfaat besar bagi kesehatan mental dan fisik penduduk perkotaan. PBB memperkirakan bahwa pohon di perkotaan memberikan manfaat  yang sangat bernilai dengan mengurangi polusi udara, mendinginkan bangunan, dan menyediakan layanan lainnya.

Prinsip lainnya adalah, bahwa pelibatan dan pemberdayaan masyarakat untuk mengelola hutan secara berkelanjutan merupakan langkah penting menuju perubahan yang positif. Lingkungan yang sehat membutuhkan keterlibatan pemangku kepentingan, terutama di tingkat lokal sehingga masyarakat dapat mengatur dan mengelola lahan tempat mereka dengan lebih baik.

“Pemberdayaan masyarakat membantu memajukan solusi lokal dan mendorong partisipasi dalam restorasi ekosistem. Ada peluang untuk membangun kembali lanskap hutan yang adil dan produktif, serta menghindari risiko buruk terhadap ekosistem dan masyarakat yang ditimbulkan oleh perusakan hutan,” terang Menteri Siti.

Mengakhiri sambutannya, Menteri Siti berharap melalui webinar pada peringatan HHI 2021, dapat semakin menumbuhkan apresiasi dan kecintaan masyarakat pada pohon dan hutan. Peringatan HHI dilaksanakan untuk mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat serta pentingnya pohon dan hutan.

“Pada kesempatan ini, saya ingin menekankan pentingnya peningkatan kepedulian untuk menjaga lingkungan, hutan dan keanekaragaman hayati yang salah satunya melalui kegiatan penanaman pohon, mangrove dan pemulihan gambut, sebagai jalan menuju pemulihan dan kesejahteraan,” ucap Menteri Siti mengakhiri sambutannya.

Pada webinar ini juga terdapat agenda talkshow dengan narasumber diantaranya adalah Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan, serta representasi dari Food and Agriculture Organization (FAO). Melalui webinar ini juga dilaksananakan pengumuman dan penghargaan hasil lomba foto dalam rangka HHI 2021. Selain itu, dilaksanakan juga virtual tour Taman Nasional di Indonesia.(**)


Share:
Komentar

Berita Terkini