Pidie Jaya Indah

Editor: Syarkawi author photo


Pidie Jaya Indah

Penulis : Dr. Teuku Ahmad Dadek, SH, MH.

ISBN :

Cover : Soft Cover

Halaman : 94 Halaman

Berat : 250 gr

Ukuran : 21 x 14 cm

 

Meuligoeaceh.com - Negeri Meureudu sudah terbentuk dan diakui sejak zaman Kerajaan Aceh. Ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa (1607-1636) Meureudu semakin diistimewakan. Menjadi daerah bebas dari aturan kerajaan. Hanya satu kewajiban Meureudu saat itu, menyediakan persediaan

logistik (beras) untuk kebutuhan Kerajaan Aceh.

Dalam perjalanan tugas Sultan Iskandar Muda ke daerah Semenanjung Melayu (kini Malaysia) tahun 1613, dia singgah di Meureudu, menjumpai Teungku Muhammad Jalaluddin, yang terkenal dengan sebutan Tgk. Ja Madainah. Dalam percaturan politik Kerajaan Aceh negeri Meureudu juga memegang peranan penting. Hal itu sebagaimana tersebut dalam  Qanun al-Asyi  atau Adat Meukuta Alam, yang merupakan Undang-undang Kerajaan Aceh. Saat Aceh dikuasai Belanda dan Masjid Indra Puri direbut, dokumen undang-undang kerajaan itu jatuh ke tangan Belanda. Oleh K.F van Hangen dokumen itu kemudian diterbitkan dalam salah satu majalah yang terbit di negeri Belanda. Dalam pasal 12 Qanun Al-Asyi disebutkan, Apabila uleebalang dalam negeri tidak menuruti hukum, maka sultan memanggil Teungku Chik Muda Pahlawan Negeri Meureudu, menyuruh pukul uleebalang negeri itu atau diserang dan uleebalang diberhentikan atau diusir, segala pohon tanamannya dan harta serta rumahnya dirampas. Kutipan undang-undang Kerajaan Aceh itu, mensahihkan tentang keberadaan Negeri Meureudu sebagai daerah kepercayaan sultan untuk  melaksanakan segala perintah dan titahnya dalam segala aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan Kerajaan Aceh Darussalam.

Peranan Negeri Meureudu yang sangat strategis dalam percaturan politik pemerintahan Kerajaan Aceh. Ketika Sultan Iskandar Muda hendak melakukan penyerangan (ekspansi) ke Semenanjung Melayu (Malaysia-red). Ia mengangkat Malem Dagang dari Negeri Meureudu sebagai panglima perang, serta Teungku Ja Pakeh-juga putra Meureudu-sebagai penasehat perang, mendampingi Panglima Malem Dagang.

Setelah Semenanjung Melayu, yakni  Johor  berhasil ditaklukkan oleh Pasukan Pimpinan Malem Dagang, Sultan Iskandar Muda semakin memberikan perhatian khusus terhadap Negeri Meureudu. Kala itu  sultan  paling tersohor dari Kerajaan Aceh itu mengangkat Teungku Chik di Negeri Meureudu, putra bungsu dari Meurah Ali Taher yang bernama Meurah Ali Husein, sebagai perpanjangan tangan sultan di Meureudu.

Negeri Meureudu negeri yang langsung berada di bawah Kesultanan Aceh dengan status  nanggroe bibeueh  (negeri bebas-red). Di mana penduduk negeri Meureudu dibebaskan dari segala beban dan kewajiban terhadap kerajaan. Negeri Meureudu hanya punya satu kewajibanistimewa terhadap Kerajaan Aceh, yakni menyediakan bahan makanan pokok (beras-red), karena Negeri Meureudu merupakan lumbung beras utama kerajaan.

Keistimewaan Negeri Meureudu terus berlangsung sampai Sultan Iskandar Muda diganti oleh Sultan Iskandar Tsani. Pada tahun 1640, Iskandar Tsani mengangkat Teuku Chik Meureudu sebagai penguasa definitif yang ditunjuk oleh kerajaan. Ia merupakan putra sulung dari Meurah Ali Husein, yang bermana Meurah Johan Mahmud, yang digelar Teuku Pahlawan Raja Negeri Meureudu.

Sejak Meurah Johan Mahmud hingga kedatangan kolonial Belanda, negeri Meureudu telah diperintah oleh sembilan Teuku Chik, dan selama penjajahan Belanda, Landschap Meureudu telah diperintah oleh tiga orang Teuku Chik (Zelfbeestuurders).

Kemudian pada era kolonial Belanda, Negeri Meureudu berubah satus menjadi Kewedanan (Orderafdeeling) yang diperintah oleh seorang Controlleur. Ada 14 Controlleur yang wilayah kekuasaannya meliputi dari Panteraja hingga ke Ulee Glee.

Setelah Jepang masuk ke Aceh Meureudu dipimpin oleh seorang Suntyo Meureudu Sun dan Seorang Guntyo Meureudu Gun. Di alam kemerdekaan, sejak tahun 1967, Meureudu berubah menjadi Pusat Kawedanan sekaligus pusat  kecamatan. Selama Meureudu berstatus  sebagai kawedanan, telah diperintah oleh tujuh wedana.  Pada tahun 1967,  Kewedanan Meureudu dipecah menjadi empat kecamatan yaitu Ulee Glee, Ulim, Meureudu, dan Trienggadeng Penteraja, yang  langsung berada di bawah Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie. Kini daerah Kawedanan Meureudu menjelma menjadi Kabupaten Pidie Jaya, dengan Meureudu sebagai ibu kotanya.[]

Share:
Komentar

Berita Terkini