Heruee, 'wartawan Gadungan' yang di duga menjual nama pers demi rupiah dan kepentingan pribadi

Editor: Apridius author photo

 





MOULIGOEACEH.COM Banda Aceh | Dunia jurnalistik kembali tercoreng. Seorang pria bernama Heruee, yang kerap mengklaim diri sebagai wartawan, kini jadi sorotan publik karena aksi-aksinya yang dinilai merusak marwah profesi pers. Heruee bukan jurnalis. Ia adalah oportunis yang memanfaatkan identitas wartawan demi satu hal: uang.


Tak segan meminta imbalan saat menerima rilis berita dari instansi pemerintah, Heruee menjadikan profesi wartawan sebagai kedok untuk memalak secara halus. Dalam berbagai acara resmi, ia hadir bukan untuk meliput, tapi untuk menadahkan tangan, menuntut “uang transportasi” sebagai syarat tayangnya berita.


Yang lebih mencengangkan, Heruee kerap menghindari hukum dengan menyebut dirinya wartawan saat tertangkap razia polisi, meski berkendara dengan sepeda motor odong-odong tak layak jalan dan pajak mati. Ia berlindung di balik kartu pers abal-abal, berharap aparat membiarkannya lolos begitu saja.


Riwayat hidup Heruee pun penuh polemik. Ia hidup nomaden, berpindah-pindah tempat tinggal tanpa membayar sewa, bahkan kerap diusir dari kos karena ulahnya sendiri. 


Setelah ditinggal istrinya yang meninggal karena tragedi kelam, Heri menumpang hidup di berbagai kota—mengandalkan belas kasihan dan kelicikannya.


Lebih tragis, kasus yang menyeret anak perempuannya menjadi korban kekerasan seksual oleh pasangan suami istri diduga menjadi pemicu runtuhnya keluarga Heri. Namun alih-alih memperbaiki hidup, Heruee justru terus memanfaatkan kesedihan itu untuk menarik simpati dan menjualnya dalam narasi palsu demi keuntungan pribadi.


Tak cukup sampai di sana, Heruee kini mulai menyerang media-media profesional yang telah tersertifikasi Dewan Pers. Ia menuduh media tersebut tidak sah, padahal medianya sendiri tidak jelas legalitasnya. Menggunakan situs “Pelita Aceh” sebagai tameng, Heruee diduga juga menjalankan media fiktif lainnya untuk menjebak narasumber dan mencari celah transaksi.


Ia bahkan secara terbuka menantang Ketua Dewan Kehormatan PWI Aceh, sebuah tindakan yang dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap etika dan struktur organisasi pers nasional. Heruee menyebut dirinya “pengamat pers”, meski tak jelas asal-usul, latar belakang, maupun kredibilitasnya.


Kini, publik bertanya: siapa sebenarnya Heuee? Seorang jurnalis? Atau predator informasi yang menjual kebohongan demi bertahan hidup?

Yang pasti, selama sosok seperti Heruee masih berkeliaran dengan kartu pers di tangan dan kebohongan di lidah, profesi wartawan akan terus dihantui krisis kepercayaan.

 

Disclaimer: Tulisan ini adalah fiksi satir dan tidak mengacu pada individu atau peristiwa nyata. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau kejadian, itu semata-mata kebetulan dan bukan bentuk tuduhan terhadap siapa pun. Satir ini ditujukan sebagai kritik sosial atas fenomena umum yang merusak marwah profesi jurnalistik.(Red)

Share:
Komentar

Berita Terkini