Komisi VIII DPR RI Desak Pemerintah Tetapkan Banjir Aceh sebagai Bencana Nasional

Editor: Syarkawi author photo

 

Sekda Aceh, M. Nasir, S.IP, MPA bersama Komisi VIII DPR RI melakukan pertemuan di Posko Tanggap Darurat Lantai 3 Kantor Gubernur Aceh, Rabu, 10 Desember 2025.

BANDA ACEH Pertemuan darurat antara Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, dengan rombongan Komisi VIII DPR RI, perwakilan Kementerian Sosial, BNPB, serta Kepala BPJPH Haekal Hasan berlangsung di Ruang Potda Kantor Gubernur Aceh, Rabu (10/12/2025). 

Rapat tersebut digelar untuk membahas penanganan banjir besar yang melanda hampir seluruh wilayah Aceh.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ansory Siregar, menegaskan bahwa skala bencana banjir kali ini sudah jauh melampaui batas normal.

“Bencana ini harus menjadi bencana nasional," ujar Ansory.

Ia menekankan pentingnya percepatan penanganan masa tanggap darurat agar Aceh dapat segera memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Salah satu langkah mendesak adalah pembangunan hunian sementara bagi pengungsi.

Anggota DPR RI Husni Thamrin mengkritik keras penanganan dari Kementerian Sosial. Menurutnya, Kemensos hanya membangun 21 dapur umum, yang dinilai tidak mampu memenuhi kebutuhan pengungsi.

“Dapur umum yang ada hanya melayani sekitar 100 ribu pengungsi, sementara jumlah pengungsinya lebih dari 900 ribu orang. Ini sangat tidak sebanding,” tegasnya.

Ia turut meminta BNPB mengerahkan alat berat dan bantuan logistik dari provinsi lain yang tidak terdampak.

“Apa pun yang masih tersedia di BNPB di daerah lain, segera salurkan ke Aceh,” ujar Husni.

Berbagai anggota DPR lainnya juga menyuarakan hal serupa. Mereka menilai lambatnya penetapan status bencana nasional terjadi karena data yang disampaikan kepada Presiden tidak sesuai kondisi lapangan.

“Banyak data asal bapak senang yang sampai ke Presiden. Akibatnya bencana di Aceh dan daerah lain terlihat seolah biasa saja,” kritik salah satu anggota DPR.

Sekda Aceh M. Nasir dalam paparannya menyebutkan bahwa banjir melanda 18 kabupaten/kota, dengan 15 daerah telah menetapkan status siaga darurat. Aceh Tamiang menjadi wilayah terdampak terparah dengan hampir seluruh permukiman terendam lumpur.

“Kondisinya sangat luas dan masif. Di wilayah tengah mayoritas longsor, banyak akses darat terputus. Stok pangan Bulog juga semakin menipis,” jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa lebih dari 165 ribu rumah rusak dari kategori ringan hingga berat. Besarnya kerusakan membuat Aceh tidak mungkin menangani sendiri tanpa dukungan penuh dari pemerintah pusat.

“Warga Aceh Tamiang kehilangan semua rumahnya. Mereka tidak akan mampu bangkit tanpa bantuan pusat,” kata Nasir.

Ia juga menyoroti ketidaktepatan data yang disampaikan beberapa menteri kepada Presiden, yang berpotensi mengakibatkan kebijakan tidak tepat sasaran.

“Kami berharap Presiden mau mendengar langsung laporan dari bupati dan wali kota terdampak,” ujarnya.

Memasuki hari ke-14 masa tanggap darurat provinsi, Nasir menyesalkan masih banyak masalah dasar yang belum teratasi.

“Penerangan belum sepenuhnya pulih. Banyak jembatan putus yang belum diperbaiki. Ini sangat menghambat evakuasi dan distribusi bantuan,” tegasnya.

Rapat ditutup dengan desakan anggota Komisi VIII DPR RI agar BNPB segera mengusulkan penetapan Bencana Nasional Sumatra, dengan Aceh sebagai episentrum kerusakan terparah. 

Mereka menilai percepatan kebijakan menjadi satu-satunya cara untuk mencegah krisis kemanusiaan yang lebih besar.[]

Share:
Komentar

Berita Terkini