CokBang Sabang, Cokelat Lokal Berkelas Ekspor: Dari Blender Rumahan ke Pasar Jerman

Editor: Syarkawi author photo

 


Sabang Dari dapur sederhana dengan alat seadanya, kini CokBang Sabang menjelma menjadi salah satu ikon produk cokelat lokal Aceh yang mulai dilirik pasar internasional. 

Usaha yang digagas oleh Melan Meta Diansyah, Kepala Produksi CokBang, ini berawal dari pelatihan kecil bidang kakao yang diadakan pemerintah, namun berkembang menjadi gerakan ekonomi kreatif yang menghidupkan kembali semangat petani kakao di Sabang.

“Awalnya kami hanya bermodalkan teflon dan blender. Tekstur cokelatnya masih kasar, banyak yang komplain. Tapi kami terus belajar dan berinovasi,” tutur Melan mengenang masa awal berdirinya CokBang kepada awak media, Rabu, 4/11/2025.

Sabang sebenarnya sudah lama dikenal sebagai daerah penghasil kakao. 

Namun, anjloknya harga biji kakao yang hanya berkisar Rp13.000–Rp16.000 per kilogram membuat banyak petani menebang pohon dan beralih ke tanaman lain seperti cengkeh. 

Kondisi itu perlahan berubah ketika CokBang hadir dan mulai mengolah biji kakao lokal menjadi produk bernilai tinggi.

“Waktu ada pelatihan, kami sadar bahwa biji kakao Sabang sebenarnya punya rasa khas dan kualitas bagus. Dari situ kami mulai serius membangun produk cokelat lokal,” ujar Melan.

Kini, CokBang memproduksi sekitar 170 kilogram cokelat per bulan dengan omzet mencapai Rp300–360 juta per tahun

Produknya dipasarkan di berbagai daerah, bahkan sempat dilirik pembeli dari Jerman yang tertarik pada cita rasa unik cokelat Sabang.

“Kami sempat ditawari pembelian 50 kilogram untuk dikirim ke Jerman. Walau proses ekspor pertama kami gagal karena kendala administrasi, pengalaman itu membuka mata bahwa produk lokal kita bisa bersaing di pasar dunia,” jelasnya.

Melan juga mengungkapkan tantangan utama yang kini dihadapi, yakni keterbatasan bahan baku dan alat produksi. 

Saat ini, mereka hanya memiliki empat mesin utama: pemecah kulit, pemisah lemak, mesin pemoles, dan penghalus.

“Kami berharap dukungan pemerintah terus berlanjut. Mesin-mesin ini sebenarnya aset Pemda, dan kami ingin memanfaatkannya untuk melatih lebih banyak tenaga kerja lokal,” ujarnya.

CokBang sendiri merupakan singkatan dari Cokelat Bangsa Sabang

Nama ini dipilih setelah merek awal “Cokelat Sabang” tidak lolos pendaftaran karena aturan merek dagang yang tidak memperbolehkan penggunaan nama daerah secara langsung.

Dalam visi jangka panjang, CokBang ingin mengembangkan konsep agrowisata industri — di mana wisatawan bisa langsung melihat kebun kakao, proses pengolahan biji, hingga mencicipi produk jadi di dapur produksi.

“Cita-cita kami sederhana: menjadikan Sabang dikenal bukan hanya karena wisata lautnya, tapi juga karena cokelatnya. Kami ingin orang datang ke Sabang, pulang membawa oleh-oleh khas — bukan hanya dodol atau bakpia, tapi cokelat asli Sabang,” pungkas Melan.

CokBang Sabang kini menjadi contoh sukses UMKM berbasis komoditas lokal yang berhasil naik kelas. 

Dengan dukungan pelatihan dan akses pembiayaan yang memadai, produk cokelat asal ujung barat Indonesia ini berpotensi menjadi ikon baru industri kakao nasional.[]

Share:
Komentar

Berita Terkini