BANDA ACEH – Misteri kebakaran yang menghanguskan asrama putra Dayah Babul Maghfirah, pimpinan Tgk. Masrul Aidi di Gampong Lam Alue Cut, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, akhirnya terungkap. Pelaku ternyata salah satu santri dayah tersebut yang masih di bawah umur.
Hal itu diungkapkan Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Joko Heri Purwono, dalam konferensi pers di Meuligoe Rastra Sewakottama, Kamis (6/11/2025).
“Pelaku merupakan santri di dayah tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan sejumlah saksi, kami menetapkannya sebagai tersangka karena terbukti dengan sengaja membakar asrama,” ujar Kapolresta didampingi Kasat Reskrim Kompol Parmohonan Harahap.
Kebakaran terjadi Jumat (31/10/2025) sekitar pukul 03.00 WIB. Api pertama kali terlihat oleh salah seorang santri di lantai bawah. Ia langsung membangunkan penghuni asrama lainnya ketika melihat lantai dua bangunan kosong itu telah dilalap api.
Bangunan asrama tersebut terbuat dari kayu dan triplek, sehingga api dengan cepat menjalar dan menghanguskan seluruh gedung asrama, termasuk kantin dan rumah milik pembina yayasan.
“Api baru berhasil dipadamkan berkat kerja keras petugas damkar, santri, dan warga setempat. Kerugian ditaksir mencapai Rp2 miliar,” jelas Kapolresta.
Dari hasil olah TKP, polisi menemukan rekaman CCTV dan satu jaket hitam milik pelaku, yang kemudian menjadi bukti penting. Rekaman tersebut memperlihatkan aktivitas mencurigakan sebelum kebakaran terjadi.
Dari hasil pemeriksaan, pelaku mengaku membakar asrama dengan sengaja menggunakan korek mancis. Ia menyalakan api di kabel lantai dua, yang kemudian menyulut kebakaran besar.
“Pelaku mengaku sering mengalami tindakan bullying dari beberapa temannya. Karena tekanan mental dan rasa dendam, ia berniat membakar gedung agar barang-barang milik teman-temannya yang sering mengejeknya ikut hangus terbakar,” ungkap KBP Joko Heri Purwono.
Pelaku dijerat Pasal 187 KUHP tentang tindak pidana pembakaran dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Namun karena masih di bawah umur, penanganannya dilakukan sesuai Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Selama proses penyidikan, pelaku ditahan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Banda Aceh,” tegas Kapolresta.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi dunia pendidikan untuk memperkuat pembinaan karakter dan pengawasan psikologis santri, agar kejadian tragis serupa tak terulang di pesantren lainnya.[]
